-->

Kamis, 22 Juni 2017

GNPF Protes Kasus Rizieq dan Stigma Negatif Islam ke Jokowi

 Ketua Gerakan Nasional pengawal Fatwa MUI (GNPF-MUI) Bachtiar Nasir mengku menyampaikan protes dengan adanya kriminalisasi ulama dan stigma negatif pada umat Islam saat bertemu Presiden Joko Widodo pada hari lebaran lalu. 


"Kami datang untuk sampaikan bahwa faktanya memang ada. Itu yang ingin kami sampaikan, mudah-mudahan presiden dengar itu," kata Bachtiar saat Konferensi Pers GNPF-MUI di AQL Islamic Center Tebet, Jakarta, Selasa (27/6).

Kepada Jokowi, GNPF juga menyampaikan bahwa perilaku aparat penegak hukum selama ini tebang pilih. Menurutnya, bila umat Islam melakukan kesalahan, kepolisian langsung menangkap dan memenjarakannya. Mamun bila non-muslim mereka sangat toleran. 

"Itu yang kami rasakan secara garis besar itu kontennya. Kami tidak bicara masalah teknis," ujarnya. 

Yang selama ini terjadi, kata Bachtiar, Jokowi seakan tidak merasa bahwa ada kriminalisasi pada tokoh agama seperti Muhammad Rizieq Shihab atau Muhammad Al Khaththath. Jokowi juga seakan tidak merasa ada stigma bahwa umat Islam itu intoleran, anti-Pancasila, dan antikebinekaan. 

Karena itulah GNPF sejak awal berusaha berdialog langsung dengan orang nomor satu di RI itu. Diawali saat aksi 4 November 2016 (411) hingga aksi 2 Desember 2016 (212). Komunikasi selanjutnya dijalin dengan Kapolri Jenderal Tito Karnavian dan kemudian Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan Wiranto.

Dengan difasilitasi Wiranto, pertemuan dengan Jokowi berhasil digelar pada lebaran lalu di Istana Kepresidenan, Jakarta.

Saat pertemuan itu, Jokowi juga mengaku ingin berdialog dengan GNPF-MUI sejak aksi 411. 

“Presiden sempat tiga kali berkata begini, ‘Seandainya ada dialog antara kita di 411, nggak ada 212, nggak ada ini-ini’,” kata Bahctiar.

Hal ini, kata Bachtiar, menunjukan bahwa Jokowi sejak awal ingin menjalin dialog dengan GNPF-MUI. (cnnindonesia.com)
HALAMAN SELANJUTNYA:

iklan banner

Back To Top