Hakim Konstitusi I Dewa Gede Palguna menjelaskan bahwa uji materi terkait Perppu Organisasi Masyarakat dapat diajukan atas nama pribadi yang merupakan anggota dari suatu ormas atau diwakilkan oleh pengurus yang namanya tercantum dalam Anggaran Dasar/Rumat Tangga (AD/ART).
Misalnya, Ketua, Sekretaris maupun Juru Bicara.
Hal ini disampaikan Palguna menanggapi kekhawatiran Yusril Ihza Mahendra, kuasa hukum Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), bahwa permohonan yang diajukan pihaknya akan gugur lantaran dianggap tak memiliki kedudukan hukum.
HTI mengajukan uji materi terhadap Perppu Nomor 2 Tahun 2017 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan.
Saat uji materi didaftarkan ke MK, HTI masih terdaftar di Kementerian Hukum dan HAM. Namun, kini status badan hukum HTI dicabut pemerintah setelah Perppu Ormas diterbitkan.
"Apakah lebih tepat sebagai warga negara perseorangan atau badan hukum HTI, ini tergantung pemohon (mempertimbangkan) mana yang lebih kuat (kedudukan hukumnya) untuk meyakinkan MK," kata Palguna dalam sidang panel yang digelar di MK, Jakarta Pusat, Rabu (26/7/2017).
Sementara Ketua MK Arief Hidayat menyampaikan, pencabutan status badan hukum terhadap HTI oleh pemerintah tetap menjadi pertimbangan hakim konstitusi dalam menanggapi permohonan.
Arief menyarankan, Yusril menjelaskan kronologi permohonan.
Selain itu, Arief juga meminta Yusril melampirkan salinan surat pencabutan badan hukum HTI yang diterbitkan oleh Kemenkumham.
"Itu dicantumkan sebagai alat bukti bahwa memang benar telah menerima SK pembubaran. Diuraikan pula soal legal standing agar jadi pertimbangan hakim," kata Arief.
Sebelumnya, Yusril khawatir jika permohonan yang diajukan atas nama HTI justru membuat hakim memutuskan menolak permohonan.
Sebab, Pasal 51 Ayat (1) UU Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi menyiratkan bahwa organisasi yang berhak mengajukan permohoan adalah organisasi yang sah dan akui sebagai badan hukum.
Namun di sisi lain, badan hukum HTI saat ini sudah dicabut oleh pemerintah dengan penerbitan Perppu.
"Permohonan ini diajukan ke MK pada 18 Juli 2017. Pada saat itu perkumpulan HTI adalah perkumpulan yang sah, berbadan hukum dan teregistrasi di Kemenkumham. Namun sehari kemudian, 19 Juli 2017 perkumpulan ini dicabut status badan hukumnya dan dinyatakan bubar," kata Yusril.
Yusril membandingkan permasalahan kedudukan hukum tersebut dengan perkara pidana. Yusril mengatakan, dalam perkara pidana, maka suatu dakwaan akan gugur apabila terdakwa telah meninggal dunia.
Sedangkan pada perkara perdata, perkara akan diteruskan ke ahli waris. Kemudian dalam gugatan perkara di pengadilan Tata Usaha Negara, seorang pemohon tetap memiliki legal standing karena yang digugat adalah soal pembubarannya.
Atas kondisi ini, Yusril meminta saran dan masukan dari MK.
"Jadi agar tidak membuang-buang waktu, kami mohon nasihat yang mulia dalam permohonan ini, sehubungan pembubaran ormas HTI pada 19 juli 2017 lalu," kata Yusril.
Adapun sejumlah pasal yang digugat oleh HTI, yakni Pasal 59 Ayat 4 huruf c sepanjang frasa "menganut", Pasal 61 Ayat 3, Pasal 62, Pasal 80, dan Pasal 82A Perppu Nomor 2/2017.kompas.com
HALAMAN SELANJUTNYA: