Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera di DPR Jazuli Juwaini memenuhi panggilan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk menjalani pemeriksaan sebagai saksi dalam penyidikan kasus korupsi dalam proyek pengadaan kartu tanda penduduk-elektronik (KTP-e).
"Saya dimintai keterangan hari ini, kemarin saya tidak bisa datang karena ada acara yang ter-schedule lebih dulu di luar kota dan buat saya ini adalah kesempatan untuk mengklarifikasi karena 2009-2013," kata Jazuli di gedung KPK Jakarta, Jumat.
"Saya tidak ada di Komisi II tapi di Komisi VIII sehingga saya mudah-mudahan insya Allah bisa memberikan klarifikasi pada kesempatan ini," kata Jazuli, yang hari ini diperiksa untuk tersangka Andi Agustinus alias Andi Narogong.
Dalam surat tuntutan untuk mantan Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Irman dan mantan Direktur Pengelolaan Informasi Administrasi Kependudukan Kemendagri Sugiharto, Jazuli sebagai ketua Kelompok Fraksi (Kapoksi) PKS di Komisi II DPR disebut menerima 37.000 ribu dolar AS.
Menurut Jazuli, sejak 19 Oktober 2009 sampai 21 Mei 2013 ia ditugaskan di Komisi VII.
Selain Jazuli, KPK juga menjadwalkan pemeriksaan Ketua DPR Setya Novanto(Setnov) dalam perkara yang sama. Saat proses penanggaran KTP-e, Setnov menjabat sebagai Ketua Fraksi Partai Golkar.
KPK juga mengagendakan pemeriksaan mantan Ketua Fraksi Partai Demokrat Jafar Hafsah, anggota Komisi VIII DPR dari Fraksi Partai Demokrat Khatibul Umam Wiranu serta anggota DPR dari Fraksi Demokrat Mirwan Amir.
Jafar Hafsah dalam dakwaan diketahui menerima sejumlah 100 ribu dolar AS yang yang kemudian dibelikan satu mobil Toyota Land Cruiser nomor polisi B 1 MLH sebagai Ketua Fraksi Partai Demokrat saat itu.
Dalam sidang 3 April 2017, ia mengaku mengembalikan Rp1 miliar ke KPK.
Khatibul disebut menerima 400 ribu dolar AS dari Chaeruman Harahap. Semula Khatibul mengakui penerimaan itu tapi kemudian ia mencabut berita acara pemeriksaannya karena mengaku mengalami "jet lag".
Sementara Mirwan Amir disebut menerima 1,2 juta dolar AS dalam surat tuntutan Irman dan Sugiharto.
Hingga saat ini, Setnov, Jafar, Khatibul dan Mirwan belum memenuhi panggilan KPK.antaranews.com
Jazuli Juwaini: Ahok Tak Punya Etika
Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) di DPR RI, Jazuli Juwaini, mengungkapkan bahwa terdakwa kasus penistaan agama, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), memang benar-benar tidak memiliki etika yang baik.
Hal tersebut Jazuli sampaikan saat menanggapi ancaman dan hardikan Ahok kepada Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI), Ma’ruf Amin, saat menjadi saksi ahli dalam persidangan kedelapan kasus penistaan agama yang digelar di Gedung Kementerian Pertanian (Kementan), Jakarta, Selasa (31/01/2017) kemarin.
“Pertama kalau saya lihat itu ya menggambarkan seorang Ahok, tersangka penista al-Qur’an ini tidak memiliki etika yang baik dan yang bagus terhadap saksi, yaitu KH. Ma’ruf Amin, dan KH. Ma’ruf Amin hadir disitu itu representasi MUI, atas nama lembaga yang sangat sakral bagi umat Islam,” ungkapnya kepada wartawan di Gedung Nusantara II DPR/MPR RI, Jakarta, Rabu (01/02/17).
Seharusnya, lanjut Jazuli, sebagai seorang pejabat negara meskipun sedang dalam masa non aktif, apalagi akan maju kembali dalam gelaran Pemilihan Gubernur (Pilgub) DKI nanti, Ahok bisa menjaga sopan santun dan bisa memposisikan dirinya sebagai seorang pemimpin.
“Seharusnya dia (Ahok) tahu etika, menempatkan posisinya. Siapapun yang melihat apa yang terjadi terhadap Kyai Ma’ruf Amin atas perlakuan saudara Ahok itu pasti akan tersinggung, karena itu tidak sesuai dengan norma agama manapun,” ujar Anggota Komisi I DPR itu.
Menurut Jazuli, sangat tidak pantas seorang Ahok merendahkan dan melecehkan Ma’ruf Amin di depan publik. Terlebih lagi, selain menjadi representasi dari MUI, Ma’ruf Amin juga seorang sesepuh dari Organisasi Masyarakat (Ormas) Keagamaan terbesar di Indonesia, yakni Nahdlatul Ulama (NU), dimana ia menjabat pimpinan tertinggi NU sebagai Rais ‘Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU).
“Apa di gereja boleh tokoh agamanya dihina di hadapan umum? Dilecehkan seperti itu, lalu apakah di Budha boleh? Kan tidak boleh,” katanya tegas.
Jika memang Ahok dan tim kuasa hukumnya keberatan dengan kesaksian dari Ma’ruf Amin, maka menurut Jazuli, seharusnya Ahok dan tim kuasa hukumnya bisa mengambil langkah hukum yang ada, bukan malah menghina, merendahkan dan melecehkan Ma’ruf Amin di hadapan publik.
“Apalagi beliau itu hadir sebagai representasi dari MUI. Begitu pula kan kita punya norma dan etika, artinya kalau memang ada celah-celah yang keberatan silahkan ditempuh secara hukum, jangan orang terkesan dilecehkan,” ujarnya menambahkan. nusataranews.com
HALAMAN SELANJUTNYA: