Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Arief Poyouno meminta maaf secara terbuka kepada PDIP. Ini karena pernyataan dirinya yang menyamakan PDIP seperti PKI.
Arief menuliskan permohonan maafnya secara tertulis. Selain itu, dia membuat surat permohonan maaf yang ditandatangani di atas meterai Rp 6.000.
"Bersama ini terkait pemberitaan di beberapa di media massa yang menyebutkan pernyataan saya yang mengatakan, WAJAR SAJA KALAU PDIP SERING DISAMAKAN DENGAN PKI KARENA MENIPU RAKYAT, dengan ini saya mengklarifikasi bahwa saya tidak bermaksud mengatakan bahwa PDIP adalah PKI dan menipu rakyat," demikian kutipan surat dan pernyataan Arief dalam keterangan tertulis, Selasa (1/8/2017).
Dalam pernyataannya, Arief mengatakan tidak benar PDIP adalah PKI serta menipu karena PDIP disebutnya partai yang menjunjung tinggi nilai-nilai Pancasila. Dia juga mengatakan PDIP adalah partai yang berlandaskan Pancasila dan bekerja serta memperjuangkan rakyat Indonesia untuk kemakmuran bangsa dan negara.
"Karena itu, untuk meluruskan kesalahpahaman, saya Arief Poyuono meminta maaf yang sebesar-besar nya pada Ibu Megawati Soekarnoputri dan seluruh jajaran kader PDIP yang merupakan sahabat-sahabat saya atas statement saya tersebut di atas," kata Arief.
Permohonan maaf Arief ini menyusul pernyataan Arief sebelumnya yang menanggapi keluhan Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto soal UU Pemilu. Keluhan Hasto itu terkait dengan kritik Ketum Gerindra Prabowo Subianto yang menyebut UU Pemilu sebagai lelucon politik yang menipu rakyat Indonesia.
"Nah biasanya sifat PKI itu anti-kritik dan melanggar Konstitusi. Makanya wajar sehingga PDIP sering disamakan dengan PKI seperti keluhan Hasto kepada media saat menanggapi pernyataan Prabowo di Cikeas saat bertemu SBY," demikian pernyataan Arief sebelumnya mengenai PDIP, Senin (31/7).
"Sebab, sifat dasar PKI kan bertindak tanpa otak dan kurang waras serta melanggar konstitusi dan menipu rakyat dengan jargon kerakyatan," ujar dia.
UU Pemilu telah disahkan dengan ketentuan presidential threshold(ambang batas pencalonan presiden) 20-25 persen. Gerindra merupakan salah satu partai yang menolak syarat ambang batas presiden itu dan walk out dari sidang paripurna DPR saat pengambilan keputusan UU Pemilu beberapa waktu lalu.
Dalam pernyataan yang sama, Arief menyatakan presidential threshold 20-25% merupakan bentuk penghilangan hak konstitusi pemilih pemula pada Pilpres 2019. Itu apabila ambang batas presiden digunakan pada pileg dan pilpres serentak nanti.
"Jadi PDIP jangan salah tanggap. Saya tidak menuduh kok PDIP itu sama dengan PKI. Tapi akibat pemaksaan kehendak dalam PT 20% itu jadi sering PDIP dituduh dan disamakan dengan PKI. Coba lebih sadar dan jangan memaksakan kehendak di luar kewarasan," tuturnya.
"Maka tuduhan terhadap PDIP dikaitkan dengan PKI pasti tidak ada, saya jamin PDIP bukan PKI seperti yang dituduhkan oleh segelintir orang yang tidak suka dengan PDIP," tutur Arief.
HALAMAN SELANJUTNYA: