-->

Kamis, 15 Maret 2018

Media Asing Investigasi MCA, Ini Hasilnya


Penangkapan anggota Muslim Cyber Army (MCA) mendapat sorotan dari sejumlah media di luar negeri. Salah satunya media ternama The Guardian. Media ini menurunkan laporan khusus tentang penangkapan para anggota MCA ini pada Selasa 13 Maret 2018.

Menurut The Guardian, kepolisian Indonesia menyakini bahwa operasi berita palsu atau hoax ini dirancang untuk merusak proses politik yang berlangsung serta untuk menggoyang stabilitas pemerintahan. Polisi berhasil mengungkapkan cara kerja jaringan jihad MCA ini.

Jaringan MCA dituduh telah menyebarkan berita palsu dan ujaran kebencian untuk mengobarkan perpecahan agama dan etnis. Diantaranya isu tentang LGBT, kebangkitan komunisme, serta menyebarkan konten penghinaan untuk melemahkan presiden.

Dalam laporannya, The Guardian menulis bahwa penyebaran konten hoax ini telah membuat fanatisme keagamaan dan sentimen ras di Indonesia meningkat tajam. MCA beroperasi dalam sebuah ekosistem digital yang menebarkan berita palsu melalui akun-akun palsu.

Dari hasil investigasinya, The Guardian mencatat, tahun lalu setidaknya ada 103 kasus persekusi yang dilakukan jaringan MCA. Di dunia maya, MCA menyebarkan identitas orang-orang tersebut untuk dipersekusi, karena dituduh melakukan penghinaan terhadap Islam.

The Guardian mengklaim menemukan sebuah jaringan di media sosial Twitter yang terkoordinasi dibawah MCA. Jaringan ini diciptakan dengan tujuan untuk menebarkan konten tweet yang dirancang untuk mempertajam perpecahan sosial dan agama. Jaringan ini juga menargetkan penguatan kelompok garis keras Islam yang anti-pemerintah. Jaringan ini beroperasi antara Juli dan November 2017. Semua akun tidak memiliki identitas yang jelas, baik nama atau lokasi.

Media itu kemudian mengutip analisa sejumlah pengamat dan aktifis media sosial tentang fenomena MCA. Sejumlah analis menyakini bahwa MCA memiliki payung jaringan yang sangat luas yang dimanfaatkan oleh berbagai pihak yang memiliki kepentingan. Mereka disatukan oleh pandangan intoleran dan misi untuk menggulingkan presiden Joko Widodo.

Damar Juniarto, Southeast Asia Freedom of Expression Network, mengatakan bahwa berdasarkan hasil risetnya, ada 4 kelompok dalam MCA.

"Setiap cluster memiliki agenda sendiri, namun memiliki cara kerja yang terkoordinir," kata Juniarto.

Sementara Shafiq Pontoh, dari data Provetic, mengatakan bahwa Twitter "telah menjadi medan perang yang sangat besar dan berdarah." Menurutunya, korban pertamanya adalah mantan Gubernur DKI Jakarta Basuki T. Purnama atau Ahok.

Savic Ali, direktur NU-Online, berpandangan bahwa fenomena tersebut tidak mencerminkan nilai sejati ajaran Islam.

" Ini tentang kekuasaan," tegas Savic.

Juniarto khawatir fenomena ini akan berlanjut pada Pilpres 2019. Ia tidak yakin bahwa penangkapan atas anggota MCA akan bisa membungkam sepenuhnya fenomena hoax ini. Menurutnya, besar kemungkinan akan muncul hal yang sama.

"Ini baru permulaan. Mereka sudah siap untuk tahun 2019," kata Juniarto.

Fenomena penangkapan anggota MCA memang menarik minat sejumlah media asing. Mereka tidak hanya memberitakan, tapi juga melakukan investigasi untuk menelusuri fenomena ini.
HALAMAN SELANJUTNYA:

iklan banner

Back To Top