Diskusi bertema “Isu kebangkitan PKI antara realita atau propoganda” di Ballroom Singosari Hotel Grand Sahid, Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta Pusat, Selasa (6/3/2018), yang digagas beragam kelompok anti-komunis, berakhir ricuh.
Kericuhan itu ditimbulkan oleh kalangan anti-komunis sendiri, yang mengikuti diskusi tersebut. Pasalnya, ada sejumlah orang dari kalangan itu tak menyetujui deklarasi “Stop Eksploitasi Isu Kebangkitan PKI” dibacakan seusai diskusi.Image result for Diskusi Kelompok Anti Komunis di Hotel Mewah Berakhir RicuhKeributan itu berawal ketika puluhan panitia Kaukus Muda Indonesia (KMI)—penyelenggara diskusi tersebut—membacakan deklarasi seusai diskusi.
Saat teks deklarasi masih dibacakan, seorang peserta bernama Baiq Ani mengamuk. Ia berteriak memprotes aksi deklarasi tersebut.
Perwakilan LBHI itu emosi, karena merasa dibohongi. Sebab, ia hanya diundang untuk mengikuti diskusi, tanpa ada deklarasi.
“Kami tidak setuju adanya deklarasi-deklarasi,” teriak Baiq sambil meminta kertas absensi yang ada di panitia.
Sementara Ketua Gerakan Pemuda Anti Komunis (Gepak) Rahmat Himran, juga emosi. Ia menarik dan menurunkan spanduk berwarna merah putih, yang menjadi latar panggung diskusi.
Spanduk itu bertuliskan, “Isu kebangkitan PKI antara realita atau propoganda.”
Tak hanya itu, mereka yang ingin acara tersebut dibubarkan, juga sengaja mematikan lampu di ruangan.
Sementara di luar arena diskusi, Rahmat menuding kegiatan tersebut sebenarnya ditujukan untuk mendukung salah satu kubu yang bakal berlaga pada Pemilu 2019.
Namun, ia justru mengklaim kegiatan tersebut disusupi antek-antek komunis.
“Makanya kami segera mencegahnya. Dari awal saya sudah wanti-wanti,” ujarnya kepada sejumlah wartawan.
Ia mengatakan, Gepak sebelumnya sudah mendesak agar tak ada deklarasi sesudah diskusi.
“Dari awal kami sudah mengingatkan, kalau ada deklarasi, maka akan kami bubarkan. Bukan saat mereka mau baca lalu baru kami setop. Bukan begitu. Kami sudah tau dari awal,” tandasnya.suara.com
HALAMAN SELANJUTNYA: