Sri Rahayu Ningsih yang disebut-sebut sebagai Koordinator Saracen Provinsi Jawa Barat menjadi saksi mahkota untuk terdakwa Jasriadi di Pengadilan Negeri (PN) Pekanbaru. Wanita yang sudah divonis 1 tahun penjara terkait ujaran kebencian (hate speech) itu sempat bersitegang dengan penasehat hukum (PH) Jasriadi.
Hal itu berawal ketika PH Jasriadi selalu mempertanyakan apakah Sri mengetahui akun Facebook miliknya yang sudah disita Mabes Polri diakses oleh orang lain. Sri menyatakan tidak mengetahuinya karena setelah ditangkap, akun tersebut disita langsung ke Mabes Polri.
"Tidak tahu. Kan sudah saya serahkan ke Mabes Polri saat ditangkap. Malamnya akun itu dinonaktifkan," ujar Sri di hadapan majelis hakim yang diketuai Drajat, didampingi hakim anggota Martin Ginting, dan Bosman, Kamis, 22 Februari 2018.
Saat proses penyidikan, kata Sri, dia juga pernah ditanya oleh penyidik apakah pernah memberikan akun Facebook kepada orang lain. Penyidik memberitahukan, kalau akunnya diakses oleh orang lain.
"Saya jawab tidak tapi ketika akun saya di-hacker, saya pernah minta tolong diaktifkan ke Jasriadi. Penyidik juga pernah tanya apakah saya punya teman di Pekanbaru, saya bilang ada tapi saya tak sebutkan nama Jasriadi," jelas Sri.
Setelah Jasriadi ditangkap, penyidik mempertemukan Sri dengan warga Jalan Kasah Pekanbaru itu untuk Berkas Acara Pemeriksaan (BAP) di Mabes Polri. Penyidik memperlihatkan adanya perubahan di Facebook Sri.
Ketika itu, penyidik juga memperlihatkan screenshot struktur organisasi Saracen yang didalamnya ada nama Jasriadi dan Sri selaku Koordinator Saracen Jawa Barat. "Tahu kenapa Jasriadi ditangkap," kata PH Terdakwa. "Tidak," ucap Sri.
Namun, PH Jasriadi kembali ngotot mempertanyakan bagaimana akun Sri itu bisa diakses orang lain. Sri kembali menegaskan dirinya tidak tahu karena akun itu sudah disita.
Suara Sri sempat meninggi untuk memperingatkan PH akan pertanyaannya. "Gimana ini, pertanyaannya bolak-balik itu-itu saja. Saya jadi bingung. Akun saya sudah di sita," kata Sri emosi.
Mendengar itu, PH Jasriadi juga mengeluarkan suara tinggi. "Saudara jangan teriak-teriak di sini. Saya juga bisa teriaki saudara. Posisi saya sama dengan hakim di sini," kata PH Jasriadi.
Melihat situasi itu, majelis hakim yang juga gerah mencoba menengahi. "Saya harapkan saudara penasehat hukum, pertanyaan saudara jangan diulang-ulang. Jangan paksa saksi menjawab hal yang tidak diketahuinya. Ini masih banyak sidang lain lagi," tegas hakim anggota, Bosman.
Hakim selanjutnya mengambil alih pertanyaan PH terdakwa. "Sudah, biar giliran kami lagi yang bertanya. Jangan saudara-saudara saja. Kita (hakim) juga punya hak (bertanya)," tegas hakim anggota, Martin.
Dengan tegas, Martin mempertanyakan, siapa yang masuk secara ilegal di akun Facebook milik Sri dan saksi kembali menjawab tidak tahu. "Memang saudara tidak tahu, kan itu hasil penyidikan dari penyidik," kata Martin.
Selanjutnya, Martin mempertanyakan apakah setelah akun disita polisi, Sri diizinkan kembali membukanya. Sri pun menegaskan tidak.
Sebelum akun itu disita, kata Sri, dia pernah beberapa kali minta dibukakan, baik saat diblokir maupun di-hacker orang lain. "Kalau ada yang diperbaiki, diminta dulu. Setelah ditangkap, saya tidak pernah merasa meminta ataupun diminta (membuka alun)," tutur Sri.
Atas keterangan saksi, terdakwa Jasriadi membantah. Dia menyatakan masuk ke akun Sri setelah diminta. "Saya tetap pada keterangan saya," tutup Sri.
Dalam dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU), Sukatmini, terdakwa didakwa mengedit foto Suarni dalam aplikasi Photoshop mengubah nama dalam KTP Suarni menjadi Saracen. Perbuatan itu dilakukannya pada 19 Maret 2017 di rumah terdakwa di Jalan, Kasa, Kecamatan Marpoyan Damai, Pekanbaru.
Data yang diubah itu seolah-olah otentik milik Saracen untuk memverifikasi alun facebook Saracen.
Pada 5 Agustus 2017, Jasriadi juga melakukan akses ilegal terhadap akun Facebook Sri Rahayu Ningsih yang sudah disita Mabes Polri. Ia mendapat kunci dari Sri dan mengubah password dan recovery email untuk akun tersebut.
Selanjutnya, akun itu dikaitkan Jasriadi pada sejumlah orang. Tujuan terdakwa mengakses akun Sri untuk mengetahui informasi tentang penangkapan Sri oleh polisi.
Dalam akun yang sudah diubah, Jasriadi membuat sejumlah status. Di antaranya, "Adakah keadilan di negeri ini" dan "Mati satu tumbuh seribu'serta sejumlah gambar Ahok.
Atas perbuatan itu, Jasriadi didakwa melanggar hak akses pada media elektronik sesuai Pasal 46 ayat (1) Jo Pasal 30 ayat (1) Undang-Undang (UU) RI Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas UU Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. (riauonline)
HALAMAN SELANJUTNYA: